Sabtu, 23 April 2011

MENCOBA MENAHAN KECEWA

Lemas rasanya jiwa dan raga, dan tidak percaya " kenapa bisa nggak dapat nomor ya.... Padahal teman yang minta tolong juara 1 di tingkat kelurahan juga , padahal semuanya saya yang buat (ini adalah kisah saya pada saat mengikuti lomba merangkai buah dan sayur tingkat kelurahan ),,
Persiapannya sudah satu bulan lebih terus belajar buat garnis dan carving dari internet ataupun you tube, melihat dari situs-situs thailand rajanya garnish, melihat contoh-contoh gambar dari internet dari berbagai macam artikel.
persiapan udah matang, tapi apa daya ternyata keberuntungan tidak menyertai saya , tapi semua ini kita ambil hikmahnya saja .
oh ya kesalahan-kesalahan saya :
1. Ide berubah dari ide pertama karena kurang percaya pada diri sendiri
2. Teman tidak disiplin Cari teman yang bertanggung jawab, semuanya udah bagus eh.... malah di diskualifikasi karena terlambat
3. Harus jaga kebersihan
4. Jangan pakai sarana yang mewah kalau tingkat bawah
5. Harus ada kedekatan hubungan pada panitia jadi tahu yang boleh dan tidak boleh (banyak bertanya)

Tetap Terus berkarya walaupun tidak menang tapi banyak dapat ilmu yang tidak bisa hilang sampai kapanpun

SEMANGAT MAJU TERUS PANTANG MUNDUR
TERUS...DAN TERUS BERKARYA   CAYO.......


Minggu, 03 April 2011

Hukum Memakai Sanggul dalam Berhias


Assalamu’laikum.wr.wb. Teh Sasa, ada saudara saya, seorang  perias.  Dia ingin merias  khusus wanita berjilbab. Dia juga sudah berkonsultasi dengan beberapa orang, tapi belum meyakinkan jawabannya. Ia masih suka bimbang tentang pemakaian sanggul rambut. Karena sebelum memakai kerudung itu suka dipakaikan sanggul terlebih dahulu.  Bagaimana seharusnya, dan hukumnya? Terimakasih. (Akhwat, Bandung)
Jawab;
Assalamu’alaikum.wr.wb.
Di dalam  ajaran Islam merias diri tidak dilarang tetapi dianjurkan, untuk ikhwan atau akhwat. Namun, ada baiknya sebelum menjawab tentang hukumnya memakai sanggul dalam berhias, maka perlu diketahui  rambu-rambu dalam berhias secara umum dan secara spesifik.  Sejumlah keterangan menjelaskan hal tersebut:

Anjuran Nabi Muhammad Saw
Dari Aisyah r.a. ia bercerita bahwa Rasulullah berhias merapihkan diri dahulu sebelum bertemu dengan orang lain.”Pernah sekelompok sahabat menunggu Rasulullah Saw, di depan pintu. Ketika beliau hendak keluar menemui mereka, beliau bercermin di air yang ada di dalam bejana di dalam rumah.  Setelah beliau merapikan rambut dan jenggotnya, aku (Aisyah) berkata, “Engkau lakukan ini, wahai Rasulullah?”  “Ya, bila seseorang akan menjumpai saudaranya hendaklah ia merapikan dirinya…”

Sebagai perwujudan  keindahan-Nya
Merias diri atau merapihkan diri adalah bagian dari keindahan,  Allah SWT pun penyuka keindahan, “Karena sesungguhnya Allah itu indah  dan mencintai  keindahan, jawab Rasulullah Saw."

Perintah Allah Berhias Secukupnya 
Allah memerintahkan, “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan.  Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang  berlebih-lebihan.  Katakanlah, “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkannya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki  yang baik-baik?” Katakanlah, semuanya itu (disediakan) untuk orang-orang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.” (QS Al-Araf:31-32)

Secara spesifik bagi muslimah larangan tidak boleh  berhias dengan niat tabaruj.  Menurut  Ibnu  Katsir, tabaruj artinya apabila seorang akhwat yang keluar rumahnya dengan niat memamerkan diri di hadapan lawan jenis, atau disebut juga tabaruj jahiliyah.
Menurut  Bukhari,  tabaruj, adalah tindakan seorang wanita yang menampakkan kecantikannya kepada orang lain.  Menurut  Muqatil  tabaruj adalah melepas jilbabnya, memperlihatkan kalung dan gelangnya.
Perintah menjaga aurat terkandung  dalam  surat An-Nur ayat 31 dan 60, juga dalam surat Al-Ahzab ayat 59. Dalam surat Al-Ahzab ayat 59 Allah berfirman "Wahai Nabi!  Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka menutup jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha  Pengampun, Maha Penyayang."


Maka diperlukan sikap tawazun (pertengahan/keseimbangan) dalam segala hal, jangan sampai ketika berdandan, merapihkan diri  terbersit rasa riya, sombong, memamerkan kekayaan materi, sebab, “Celakalah hamba dinar dan dirham dan hamba sutera dan beludru. Jika ia diberi nikmat ia senang dan bila tidak diberi, ia benci.” (HR Bukhari)

Berhias yang mubah (boleh)
Berhias yang boleh adalah mengenakan cat kuku ( bahannya  tidak menghalangi anggota wudhu), eye shadow (celak),  semir rambut, memakai minyak wangi.  Secara khusus parfum wanita, diperintahkan untuk tidak menyengat wanginya, “Sesungguhnya sebaik-baik parfum lelaki adalah yang tercium aromanya dan tidak kelihatan warnanya, dan sebaik-baik parfum wanita adalah yang tampak warnanya dan tidak tercium aromanya.” (HR Tirmidzi).

Berhias yang diharamkan
Banyak wanita yang rela melakukan apa saja agar dirinya terlihat cantik dan menarik. Namun berhati-hatilah karena tidak semua cara berhias itu halal. Beberapa cara berhias yang diharamkan ialah mencukur alis, menyambung rambut, tato, dan merenggangkan gigi. Rasulullah Saw, bersabda, “Allah melaknat wanita yang mentato dan meminta ditato tubuhnya, dan yang mencukur alis, dan yang minta dicukur
alisnya, wanita yang menjarangkan gigi untuk kecantikan, dan yang mengubah ciptaan Allah.”
Seseorang yang kurang puas terhadap penampilan diri, lalu memakai  silicon untuk membentuk hidung, memperindah dagu, memperindah buah dada dan operasi  menyedot lemak  perut, tangan dan paha, adalah haram  karena mengubah ciptaan Allah, kecuali bila darurat untuk tindakan medis penyelamatan jiwa pasien.

“Dari Asma binti Abubakar Al-Shiddiq, dia menceritakan pernah ada seorang wanita datang kepada Rasulullah seraya bertanya: “Wahai Rasulullah, aku mempunyai seorang puteri  yang terserang penyakit, sehingga rambutnya rontok, apakah berdosa jika menyambungnya? Beliau menjawab: “Allah melaknat wanita yang menyambung  rambutnya dan wanita yang meminta disambung rambutnya.” (HR Muttafaqun ‘Alaih)
Dari Mu’awiyah r.a., bahwa Rasulullah Saw, melarang tipu daya, dan tipu daya wanita adalah menyambung rambutnya.”

Maka, akhwat berjilbab atau pun belum berjilbab janganlah rambutnya dipasangi  sanggul, rambut palsu (wig)  atau menyambung rambut (hair  extension), karena diharamkan dalam Islam.
Insya Allah berbahagialah seorang wanita bila dapat berpenampilan luar dalam sama indahnya, terutama bila hatinya pun indah karena memiliki jiwa sabar dan mensyukuri penampilan dirinya. Marilah berdoa, “Allaahumma kamaa hassanta khalqii fahssin khuluqii. Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperindah kejadianku, maka perindah pulalah akhlakku.” (HR Ahmad). Wallahu’alam bishawwab. 


Hukum Pernikahan Karena Perzinahan


Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
Ustadz, ada pasangan suami istri yang baru menikah selama 3 bulan yang lalu, namun istrinya sekarang sudah hamil hampir 9 bulan. Kemungkinan besar kehamilannya terjadi sebelum menikah. Yang saya tanyakan, apakah sah atau tidak pernikahan keluarga tersebut jika sebelumnya telah berzina? Bagaimana langkah selanjutnya menurut Islam apabila ada kasus seperti ini? (Hamba Allah - Holis, Bandung)

Mengenai hukum nikah wanita yang sudah hamil ada beberapa kategori. Pertama, si wanita yang hamil dinikahkan dengan laki-laki pasangan zinanya. Kedua, si wanita yang hamil dinikahkan dengan laki-laki yang bukan pasangan zinanya.
Hukum wanita hamil dinikahkan dengan yang bukan pasangan zinanya, maka semua ulama yang empat, Syafii, Maliki, Hambali dan Hanafi sepakat mengharamkannya.
Wanita hamil yang mau menikah dengan laki-laki yang bukan pasangan zinanya harus menunggu sampai wanita hamil tersebut melahirkan.
Sedangkan hukum wanita hamil dinikahkan dengan pasangan zinanya, maka disini barulah para ulama berbeda pendapat.
Pertama. Imam Syafii atau madz-hab Syafii menyatakan sah hukumnya pernikahan antara wanita yang hamil dengan pasangan zinanya. Namun makruh bagi kedua pasangan tersebut melakukan hubungan suami istri, kecuali setelah si wanita hamil tersebut melahirkan dan sudah lewat masa nifasnya.
Kedua. Imam Hanafi berpendapat sama dengan imam syafii bahwa pernikahannya sah, namun mereka haram melakukan hubungan suami istri, sampai si wanita yang hamil tersebut melahirkan dan sudah lewat masa nifas.
Ketiga. Mazhab Hambali, Maliki dan beberapa ulama Madinah berkeyakinan haram hukumnya wanita yang hamil menikah dengan pasangan zinanya. Wanita yang hamil tersebut harus melahirkan terlebih dulu.
Saya berpendapat, dengan kondisi saat ini ketika hukum Islam belum terintegrasi secara sempurna, maka pendapat mazhab Hambali, Maliki serta para ulama Madinah lebih pantas, yaitu haram hukumnya wanita hamil menikah dengan pasangan zinanya, sampai wanita tersebut melahirkan.
Saya pun sependapat dengan madz-hab Syafii, jika dilihat dari sisi maslahat dan madaratnya. Pendapat Imam Syafii itu boleh menjadi pegangan setelah syariat rajam atau dera dilaksanakan. Artinya si pasangan zina ini kalau masih perjaka didera 100 kali di lapangan terbuka. Mereka dipermalukan, setelah itu, mereka dinikahkan. 

Tapi sekarang masyarakat kita setelah melihat anak perempuannya hamil malah buru-buru dinikahkan supaya orang tidak mengetahui. Jelas ini kebalikan dari tujuan hukum syara, yang seharusnya pasangan zina ini dipermalukan biar orang lain berpikir seribu kali jika hendak melakukan perzinaan.
Kalau seandainya pendapat Imam Syafii dilaksanakan saat ini ketika hukum dera atau rajam belum ditegakkan, maka jelas berdampak semakin banyak orang berani melakukan perzinahan, karena jika kemudian hamil bisa segera dinikahkan