Minggu, 03 April 2011

Hukum Pernikahan Karena Perzinahan


Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
Ustadz, ada pasangan suami istri yang baru menikah selama 3 bulan yang lalu, namun istrinya sekarang sudah hamil hampir 9 bulan. Kemungkinan besar kehamilannya terjadi sebelum menikah. Yang saya tanyakan, apakah sah atau tidak pernikahan keluarga tersebut jika sebelumnya telah berzina? Bagaimana langkah selanjutnya menurut Islam apabila ada kasus seperti ini? (Hamba Allah - Holis, Bandung)

Mengenai hukum nikah wanita yang sudah hamil ada beberapa kategori. Pertama, si wanita yang hamil dinikahkan dengan laki-laki pasangan zinanya. Kedua, si wanita yang hamil dinikahkan dengan laki-laki yang bukan pasangan zinanya.
Hukum wanita hamil dinikahkan dengan yang bukan pasangan zinanya, maka semua ulama yang empat, Syafii, Maliki, Hambali dan Hanafi sepakat mengharamkannya.
Wanita hamil yang mau menikah dengan laki-laki yang bukan pasangan zinanya harus menunggu sampai wanita hamil tersebut melahirkan.
Sedangkan hukum wanita hamil dinikahkan dengan pasangan zinanya, maka disini barulah para ulama berbeda pendapat.
Pertama. Imam Syafii atau madz-hab Syafii menyatakan sah hukumnya pernikahan antara wanita yang hamil dengan pasangan zinanya. Namun makruh bagi kedua pasangan tersebut melakukan hubungan suami istri, kecuali setelah si wanita hamil tersebut melahirkan dan sudah lewat masa nifasnya.
Kedua. Imam Hanafi berpendapat sama dengan imam syafii bahwa pernikahannya sah, namun mereka haram melakukan hubungan suami istri, sampai si wanita yang hamil tersebut melahirkan dan sudah lewat masa nifas.
Ketiga. Mazhab Hambali, Maliki dan beberapa ulama Madinah berkeyakinan haram hukumnya wanita yang hamil menikah dengan pasangan zinanya. Wanita yang hamil tersebut harus melahirkan terlebih dulu.
Saya berpendapat, dengan kondisi saat ini ketika hukum Islam belum terintegrasi secara sempurna, maka pendapat mazhab Hambali, Maliki serta para ulama Madinah lebih pantas, yaitu haram hukumnya wanita hamil menikah dengan pasangan zinanya, sampai wanita tersebut melahirkan.
Saya pun sependapat dengan madz-hab Syafii, jika dilihat dari sisi maslahat dan madaratnya. Pendapat Imam Syafii itu boleh menjadi pegangan setelah syariat rajam atau dera dilaksanakan. Artinya si pasangan zina ini kalau masih perjaka didera 100 kali di lapangan terbuka. Mereka dipermalukan, setelah itu, mereka dinikahkan. 

Tapi sekarang masyarakat kita setelah melihat anak perempuannya hamil malah buru-buru dinikahkan supaya orang tidak mengetahui. Jelas ini kebalikan dari tujuan hukum syara, yang seharusnya pasangan zina ini dipermalukan biar orang lain berpikir seribu kali jika hendak melakukan perzinaan.
Kalau seandainya pendapat Imam Syafii dilaksanakan saat ini ketika hukum dera atau rajam belum ditegakkan, maka jelas berdampak semakin banyak orang berani melakukan perzinahan, karena jika kemudian hamil bisa segera dinikahkan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar